Munduring tata krama. Dalam cerita wayang purwa dikenal banyak tokoh dari kalangan “hitam” yang jahat. Sebut saja misalnya Dursasana, Durmagati,Duryudana. Dalam terminologi Jawa dikenal berbagai istilah menggunakan suku kata dur/ dura (nglengkara) yang mewakili makna negatif (awon). Sebut saja misalnya : duraatmoko, duroko, dursila, dura sengkara, duracara (bicara buruk), durajaya,dursahasya, durmala, durniti, durta, durtama, udur, dst. Tembang Durma, diciptakan untuk mengingatkan sekaligus menggambarkan keadaan manusia yang cenderung berbuat buruk atau jahat. Manusia gemar udur atau cekcok, cari menang dan benernya sendiri, tak mau memahami perasaan orang lain. Sementara manusia cendrung mengikuti hawa nafsu yang dirasakan sendiri (nuruti rahsaning karep). Walaupun merugikan orang lain tidak peduli lagi. Nasehat bapa-ibu sudah tidak digubris dan dihiraukan lagi. Lupa diri selalu merasa iri hati. Manusia walaupun tidak mau disakiti, namun gemar menyakiti hati. Suka berdalih niatnya baik, namun tak peduli caranya yang kurang baik. Begitulah keadaan manusia di planet bumi, suka bertengkar, emosi, tak terkendali, mencelakai, dan menyakiti. Maka hati-hatilah, yang selalu eling dan waspadha.
Tembang durma ngemu sifat : galak, nesu.
Tembang macapat durma laras pelog pathet barang dengan titilaras dan cakepan dapat di down load pada link di bawah ini :
tuladha:
Anake Pak Slamet jenenge Arjuna
Sekolah kelas siji
Sipate ra cetha
Gawe Bapa murka
Arjuna ora mbejaji
Gawene nyiksa
Yen cedhek dijaraki
Ingkang eling iku ngeling ana marang
Sanak kadang kang lali
Den nedya raharja
Mangkono tindak ira
Yen tan nggugu iya uwis
Teka meneng amung aja sok ngrasani
Sanak kadang kang lali
Den nedya raharja
Mangkono tindak ira
Yen tan nggugu iya uwis
Teka meneng amung aja sok ngrasani
0 komentar:
Posting Komentar